Posts Subscribe to (PUT YOUR BLOG NAME HERE)Comments

Minggu, 16 Oktober 2011

AIR DAN KEHIDUPAN








Krisis air memasuki musim kemarau 2011 terjadi di sejumah daerah, terutama di Pulau Jawa. Krisis ini makin mengkhawatirkan. Krisis air semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk, degradasi lingkungan dan menurunnya ketersediaan air. Menurut kajian Bappenas (2005), untuk wilayah di luar Jabodetabek ditemukan sekitar 77% kabupaten/kota di Jawa memiliki 1-8 bulan defisit air dalam setahun.
Air merupakan sumber kehidupan. Kita mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air kita akan mati dalam beberapa hari saja. Dalam kacamata ekonomi, air pun menduduki peran utama bagi berbagai kepentingan seperti budidaya pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik, transportasi, hingga penyediaan air bersih dan bahan baku air minum. Orang rela bersusah-susah dan berani membayar mahal untuk membeli air ketika terjadi krisis air. Masyarakat desa di negara tropis, seperti Indonesia, harus berjalan puluhan kilometer untuk bisa mendapatkan sumber air di musim kemarau. Ketergantungan manusia terhadap air semakin besar sejalan dengan bertambahnya penduduk. Saat ini, pasokan air berkurang hampir sepertiganya dibandingkan dengan tahun 1970 ketika bumi baru dihuni 1,8 miliar penduduk. Para ahli meramalkan, dunia yang diperkirakan berpenduduk 8,3 miliar pada 2025 akan menghadapi kelangkaan air bersih yang cukup parah. Tak hanya problem kelangkaan air yang kita hadapi, pencemaran pun telah menjadi agenda tambahan yang turut memperumit problem seputar air ini. Semua orang tentu berharap bahwa seharusnya air diperlakukan sebagai bahan yang sangat bernilai, dimanfaatkan secara bijak, dan dijaga dari limbah cemaran. Namun kenyataannya air selalu dihamburkan, dicemari, dan disia-siakan. Akibatnya, hampir separo penduduk dunia (hampir seluruhnya di negara-negara berkembang) dikabarkan menderita berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan air, atau oleh air yang tercemar. Setumpuk problem pun ditemui dalam pengelolaan air, termasuk di sini adalah banyaknya sandungan yang dijumpai pada pengelolaan air bersih untuk perkotaan. Untuk menyediakan air bersih, fasilitas sanitasi dan pengendalian banjir adalah merupakan masalah penting bagi sebuah kota. Diperlukan zonasi untuk pembangunan perumahan dan industri agar tak mengganggu sumber daya air. Akan tetapi, ini bukan hal yang mudah untuk sebuah kota berpendapatan rendah. Masalahnya cukup kompleks mengingat pengelola harus memadukan kebutuhan air untuk penduduk (rumah tangga) dan industri. Belum lagi, kebutuhan akan air bersih dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan berkembangnya industrialisasi. Masalah lainnya yang tak kalah pentingnya adalah ratusan juta penduduk Indonesia terutama masyarakat miskin dan pedesaan saat ini belum dapat memperoleh kemudahan pelayanan air bersih dan penyehatan lingkungan yang memadai. Masih terkait dengan debit air, di beberapa daerah dijumpai fenomena di mana terjadi ketimpangan debit air antara musim hujan dan musim kemarau. Sebagai contoh, di Jawa Barat ketimpangan debit air sangat mencolok antara musim hujan dan kemarau. Pada musim hujan debit air sangat tinggi (81,4 miliar m3 per tahun), sedang pada musim kemarau debit air sangat rendah (8,1 milyar m3 per tahun). Ironisnya lagi, meski di musim hujan debit air melimpah, namun air tersebut dipenuhi sampah dan lumpur. Konservasi air merupakan isu serius yang harus betul-betul digarap. Konservasi yang dapat diterjemahkan sebagai kekekalan jangan sampai hanya dipandang sebagai tindakan penanaman pohon, tetapi merupakan semua tindakan yang membuat keberadaan air menjadi kekal dan lestari. Air yang berasal dari hujan yang turun harus ditahan supaya lebih lama di daratan. Perlu upaya-upaya konservasi air yang disebut panen hujan dan aliran permukaan. Air dapat ditampung dalam berbagai bentuk konstruksi dari skala kecil sampai waduk multifungsi yang dapat mempunyai nilai ekonomi tinggi melalui pembangkit tenaga listrik, usaha perikanan, sumber air bersih dan pariwisata. Arti lebih luas adalah penanaman pohon, pembuatan embung, resapan air, menanggulangi laju erosi dan sedimentasi, mereduksi kuantitas banjir dan longsor, serta normalisasi sungai. Mengatasi kekeringan berarti juga mengatasi banjir dan longsor dalam satu kesatuan program yang utuh. Konservasi air berarti kita melakukan keseimbangan yang harmonis dan serasi atas eksistensi air sebagai sumber kehidupan. Masih terkait dengan pengelolaan sumber daya air, kita masih terjebak pada pola "mutilasi". Berbagai diskusi, baik di tingkat global maupun di tingkat nasional dan lokal, selalu memunculkan kesan kuat bahwa sumber daya air dikelola secara terpotong-potong. Betapa tidak, seperti di Indonesia, ada kebijakan bahwa air permukaan merupakan objek pengelolaan Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah, air tanah ada di bawah pengelolaan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sedangkan konservasi kawasan hulu dikelola Kementerian Kehutanan. Tampak sekali bahwa sumber daya air tidak dikelola dalam suatu kesatuan siklus hidrologi, tetapi di-"mutilasi" menjadi beberapa bagian. Dan, kenyataan di lapangan, koordinasi di antara ketiga pemegang otoritas utama sumber daya air ini sulit berlangsung dengan baik. ***
Penulis skenario film-film dokumenter tentang lingkungan,
penerima Anugerah Penulis Muda Pertanian 2009 Kementan RI.

Categories



Widget by Scrapur

1 komentar:

Unknown mengatakan...

siip,,coba baca aja,,!!

Posting Komentar

 
Dark Side Blogger Template Copyright 2009 - KALIMATA is proudly powered by Blogger.com Edited By Belajar SEO