Posts Subscribe to (PUT YOUR BLOG NAME HERE)Comments

Senin, 14 Mei 2012

SEBUAH  KEHENINGAN  YANG  BESAR


Cobalah berdiri di sebuah lembah yang hening. Lalu teriakkan satu patah kata sekuat-kuatnya. Terdengarlah suara gaung bergema-gema. Pada mulanya begitu keras, lamat-lamat ia memelan dan lembah pun kembali hening.
Pertanyaannya adalah, dari manakah teriakan anda bermula, dan kemanakah teriakan keras itu pergi?
Pada awalnya adalah keheningan. Suara anda datang dari keheningan.
Lalu suara anda hilang tertelan dalam keheningan yang sama. Pada akhirnya yang tertinggal adalah keheningan.

Sejenak mari kita renungi, dari manakah datangnya hidup, dan kemanakah perginya hidup. Sesungguhnya hidup bukanlah sekedar gerak, bukanlah sekedar suara, bukan pula sekedar warna. Bila hidup datang dari keheningan dan kembali dalam keheningan, maka keheningan itu semestinya adalah hidup yang jauh lebih besar. Sebagaimana kedalaman air danau yang tenang berbanding dengan riak-riak kecil di permukaan.

Karena mereka tahu, bahwa pekerjaan mereka kelak semestinya bukan hanya demi sesuap nasi, melainkan juga demi segenggam cita-cita luhur.

Bukankah ini mengingatkan kita agar sadar bahwa kerja keras kita tentunya bukan hanya demi mengumpulkan angka-angka laba seceruk demi seceruk, tetapi juga membangun nilai-nilai pengabdian mulia pada dunia.
Suara kanak-kanak memang seringkali melompat jauh mendahului jaman.
Dan kita yang sudah banyak termakan usia ini harus tertatih-tatih mengejarnya. Semogalah kita tak mudah patah dan kehilangan gairah kanak-kanak dalam menghadapi permainan kehidupan kerja kita.
Bila toh sekantung laba tak kita kantungi, setidaknya kita mendapatkan setangkup kelapangan dada.


SAAT KITA MENDAHULUKAN DIRI SENDIRI

Ada suatu saat dimana anda harus mendahulukan diri sendiri, dan menyisihkan orang lain. Sayangnya, saat itu bukanlah saat anda terjebak di tengah-tengah kemacetan lalu lintas. Tak seorang pun memberi hak pada anda untuk menghalangi lajur kendaraan lain.
Sayangnya pula saat itu bukanlah saat anda berada di pucuk kekuasaan yang membanggakan. Karena, justru di saat itu anda harus memberikan kedua belah lengan anda untuk bekerja demi kepentingan lebih banyak orang.

Satu-satunya saat dimana anda harus mendahulukan diri sendiri, ketimbang orang lain, adalah di saat anda berlaku introspeksi pada diri sendiri.
Sayangnya, saat itu bukanlah saat yang menyenangkan bagi banyak orang.
Meski tak terlalu sulit menemukan keburukan diri sendiri, namun cukup menyakitkan untuk mengakuinya.
Maka, tak heran bila banyak orang lebih suka tertinggal dalam hal perenungan diri, dan begitu cermat mengamati sisi negatif orang lain. 



Tuhu Linglung 2

Terlebih yang belum yakin benar ia
Terbelenggu hanya oleh tata krama
Sembahyang sunnah dan fardhu tak putus-putusnya
Agar tertabiri ketidaktahuannya
Puasa dan sedekah
Juga zakat fitrah-nya
Dijadikan berhala yang dipuja-puja
Sungguh mereka yang sedemikian terlena
Belum seberapa baktinya
Pengetahuannya masih biasa-biasa saja.
Dhandhang
Karya Sunan Panggung


Tuhu Linglung 1

Merasuki sastra
Sungguh bisa bikin bingung
Yang diolah senantiasa gagasan
Ilmu diuraikan
Lafal dihitung-hitung
Benar salah dipersoalkan.
Maka bukanlah tanda orang berpengetahuan
Jika terpana hanya dalam laku
Merasa malu untuk mengulang bertanya
Seakan telah ia temukan segala
Padahal belum apa-apa.


Bersalaman dengan Gadis Gila

Hari ini saya menerima surat dari sebuah kota pesisir utara Jawa yang berisi permohonan maaf kepada saya. Tentu saja saya membalasnya dengan kata-kata: "Saya tidak berhak memberi maaf kepada Anda, sebab menurut pengetahuan saya Anda bersalah tidak kepada saya, melainkan kepada Tuhan, kepada gadis gila itu dan kepada diri Anda sendiri."
Meminta maaf kepada diri sendiri bisa ditempuh dengan penginsafan hati dan pembenahan cara berfikir. Memohon ampun kepada Allah bisa dijalankan dengan cara bersujud, shalat sebanyak-banyaknya, kalau perlu puasa dan menyampaikan qurban sebagai semacam ruwatan atau pembersihan diri. Tetapi bagaimana caranya meminta maaf kepada seorang yang dirahmati oleh Allah dengan kegilaan?
Ceritanya, beberapa minggu yang lalu datang ke rumah kontrakan saya tamu-tamu muda anggota suatu kelompok Tarikat. Pakaian mereka necis, rambut klimis, gerak-gerik mereka memenuhi segala konsep kesopanan, dan cahaya wajah mereka bagaikan memancarkan sima'hum fi wujuhihim min atsaris-sujud: ada tanda-tanda bersinar di wajahnya, jejak sujud-sujud rnereka kepada-Nya.
Ada banyak problem dan kepusingan yang sedang menimpa saya seperti juga tiap hari terjadi, tetapi kalau menerima tamu-tamu penuh kemuliaan seperti ini tidak ada lain yang terasa kecuali ketenteraman dan keteduhan.
Ini anak-anak Tariqah! Bayangkanlah. Hampir semua anak muda memperlombakan hedonisme, hura-hura dan menyembah segala jenis materialisasi manusia, tapi anak-anak muda ini tak perlu menanti saat sekarat untuk memilih keabadian ruhani.
Tiba-tiba nongol Si Inur, wanita tamatan SMTA yang oleh semua orang kampung ternpat tinggal saya dianggap sampah karena sinting sesudah ditinggal pacarnya kawin dulu. Lebih dua puluh kali sehari ia datarg dan kami mengobrol. Mungkin karena di rumah saya ia menemukan teman-teman sejawat dan senasib, sehingga bersedia menerimanya dan ngowongke.
Maka saya panggil Si Inur, saya ajak untuk bersalaman dan berkenalan dengan tamu-tamu terhormat saya. Senyum-senyum ia datang sambil satu tangannya mempermainkan helai-helai rambut. Ia menyodorkan tangannya dengan ramah, dan rnendadak saya saksikan tamu-tamu saya kaget, gelagapan dan salah tingkah. Semuanya tidak bersedia menerima uluran tangan Si Inur dan hanya berkata disopan-sopankan: "Sudah, sudah... terima kasih, terima kasih!"
Tahukan Anda bahwa saya sendiri tidak menyangka betapa saya mendadak marah menyaksikan hal itu? Bukan hanya marah, tapi juga meledak-ledak dengan kata-kata amat keras dan terus terang.
Saya amat sangat tersinggung karena tamu-tarnu saya menolak keramahan seorang hamba Allah. Apalagi hamba Allah yang ini berangkat ke alam gila dengan membawa penderitaan hati karena dikhianati cintanya. Sedangkan Allah pun murka kalau kita khianati cinta-Nya!
Apakah tamu-tamu saya ini merasa yakin akan masuk surga dan Si Inur pasti masuk neraka, sehingga tak punya kehormatan setitik pun untuk diterima uluran tangannya? Sedangkan gadis ini sejak beberapa tahun yang lalu telah selamat hidupnya karena segala perbuatannya akan tidak dikalkulasi oleh Allah berkat kegilaannya, sementara tamu-tamu ini rnasih menapakkan kakinya di jalanan licin penuh lumpur dosa-dosa?
Ataukah mereka jijik bila tangannya yang bersih dan wangi harus bersentuhan dengan tangan kumuh kotor si gila? Ahli tarikat anak-anak muda ini, ataukah priyagung-priyagung yang feodal dan suka merendahkan orang kecil?
0, mungkin mereka keberatan salaman karena Si Inur itu wanita yang bukan muhrimnya. Lebih berat manakah takaran antara pahala tidak menyentuh tangan wanita dibanding dosa tidak memelihara bebrayan sosial? Apakah gadis gila ini bagi para ahli tarikat masih seorang wanita? Tinggi benar naluri seksnya!
 

Categories



Widget by Scrapur

1 komentar:

Unknown mengatakan...

hemm

Posting Komentar

 
Dark Side Blogger Template Copyright 2009 - KALIMATA is proudly powered by Blogger.com Edited By Belajar SEO